Kamis, 04 Januari 2018

ZAKĀT EMAS DAN PERAK


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada halaqah yang ke-84, kita akan melanjutkan pembahasan kita tentang zakāt emas dan perak (الذهب والفضة).

Di mana zakāt emas dan perak ini adalah zakāt yang wajib dan disebutkan di dalam Al Qur'ān maupun hadīts.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

"Dan orang-orang yang menimbun emas dan peraknya serta tidak menginfāqkannya di jalan Allāh, maka beri kabar gembiralah mereka dengan adzāb yang pedih."

(QS At Tawbah: 34)

Dan juga di dalam hadits, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِىَ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيُرَى سَبِيلُهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

"Tidak ada seorangpun pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya (yaitu) berupa zakāt, melainkan akan dibentangkan kepada dia bentangan dari api neraka, maka diapun akan dipanggang di neraka jahannan, kemudian dipanaskan (di setrika) di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya.

Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya.

Itu dilakukan pada hari kiamat, yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba.

Kemudian dia akan melihat atau akan diperlihatkan jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka."

(Hadīts riwayat Muslim II/680 nomor 987, dari Abū Hurairah)

⇒ Ini adalah kewajiban zakāt emas dan perak.

Berapa nishāb dari zakāt emas dan perak ?

Disebutkan oleh penulis rahimahullāh:

((ونصاب الذهب عشرون مثقالا))

"Nishāb emas adalah 20 mitsqāl (20 Dinnar) atau setara dengan 85 gram emas."

⇒ Jadi seseorang yang memiliki 85 gram emas maka dia wajib untuk menunaikan zakātnya

((وفيه ربع العشر وهو نصف مثقال وفيما زاد بحسابه))

"Untuk jumlah ini zakātnya adalah ربع العشر (seperempatnya sepersepuluh) maksudnya adalah 2.5% yaitu sama dengan 1/2 mitsqāl."

Adapun lebih dari itu maka sesuai dengan kadarnya.

⇒ Jadi apabila seseorang memiliki emas sebesar 85 gram, maka dia sudah mencapai nishāb maka wajib dizakāti. Zakātnya adalah 2.5 %.

Apabila lebih dari 85 gram, maka disesuaikan dengan kadarnya X 2.5 % dari emas yang dia miliki.

• Nishāb Al Wariq ( ونصاب الورق)

Al Wariq (الورق) disini adalah Al Fidhah (الفضة) atau perak.

Berkata penulis rahimahullāh:

((ونصاب الورق مائتا درهم وفيه ربع العشر وهو خمسة دراهم وفيما زاد بحسابه))

"Nishāb atau kadar dari perak yang wajib dizakāti adalah 200 dirham, zakatnya 1/4 per sepuluh atau 5 dirham. Apabila lebih dari itu, maka sesuai dengan kadar harta yang dia miliki.”

⇒ 200 dirham setara dengan 595 gram.
⇒ Apabila seorang memiliki perak seberat 595 gram maka wajib dia zakāti.

Berapa zakātnya?

Penulis rahimahullāh mengatakan:  وفيه ربع العشر , zakātnya adalah seperempat persepuluh atau 2.5% yaitu (sama dengan) 5 dirham.

Apabila lebih dari itu maka sesuai dengan kadar harta yang dia miliki dikali 2.5%

Bagaimana cara kita membayarnya?

⇒ Cara kita membayarnya bisa ditaksir.

Apabila kita memiliki emas (cincin atau kalung dan lain sebagainya) yang digunakan untuk jual beli (misalnya) atau emas murni yang kita simpan maka dihitung.

Apabila kita memiliki 100 gram emas dan harga per gramnya 500 ribu, maka taksirannya adalah 50 Juta jadi zakātnya adalah 2.5% dari 50 Juta.

Begitu juga dengan perak, jumlah perak yang kita miliki dikalikan dengan harga perak per gram, lalu dikalikan dengan 2.5% nya.

Berkata penulis rahimahullāh:

(( ولا تجب في الحلي المباح زكاة))

"Dan tidak diwajibkan pada perhiasan yang mubah zakāt."

⇒ Artinya tidak ada zakāt pada perhiasan yang mubah.

Untuk perhiasan yang harām maka ijmā' para ulamā, bahwasanya wajib di sana zakāt (yaitu) kalung emas, cincin emas dan perhiasan emas yang digunakan oleh laki-laki. Ini adalah perkara yang harām maka wajib dia membayar zakāt.

Adapun kalung emas, cincin emas, atau perhiasan emas yang digunakan oleh para wanita atau yang disebut sebagai zakātul hulī (ذكاة الحلي) di sana ada khilāf para ulamā.

⇒ Ada yang mengatakan bahwasanya tetap dizakāti dan ada yang mengatakan tidak dizakāti.

Di sini penulis merajīhkan aqwal atau qaul syāfi'i yang tidak mewajibkan zakāt pada perhiasan wanita karena di sana ada qaul lain dari syāfi'iyyah bahwa diwajibkan juga zakāt.

⇒ 'Ala kulli hal, bahwasanya tidak diwajibkan zakat pada perhiasan-perhiasan yang mubah yang digunakan oleh wanita.

Adapun seorang wanita yang dia membeli perhiasan dengan niat untuk dijual sewaktu-waktu maka dia tetap terkena zakāt karena masuk ke dalam zakāt tijārah, tetapi apabila perhiasan itu hanya untuk digunakan dan tidak ada niat untuk dijual maka dia masuk pada zakāt al hulī.

Demikian, pembahasan tentang zakāt emas dan perak (الذهب والفضة) semoga bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 11

🌍 BimbinganIslam.com Jum’at, 04 Sya’ban 1439 H / 20 April 2018  👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc 📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uy...