Kamis, 04 Januari 2018

ZAKĀT PERDAGANGAN (عروض التجارة), BAGIAN 1 DARI 2


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita masuk pada halaqah yang ke-86, kita masuk pada pembahasan tentang: عروض التجارة , zakāt pada barang-barang perdagangan atau barang-barang yang didagangkan.

Jumhur ulamā menyatakan bahwasanya hukum zakāt: عروض التجارة adalah wajib, hal ini berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah sedekah (zakāt ) dari harta mereka untuk membersihkan dan menyucikan mereka dengan sedekah itu.”

(QS At Tawbah: 103)

⇒ Di sini para ulamā mengatakan: أَمْوَالِ secara umum dan masuk di dalamnya adalah: عروض التجارة.

Begitu juga dalīl yang lain:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّآأَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ

"Wahai orang-orang yang berimān, nafkahkanlah (di jalan Allāh ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian."

(QS Al Baqarah: 267)

Berkata Abū Bakar bin Ibnu Al Arabiy: berkata para ulamā, firman Allāh Ta'āla:

عن أبو بكر بن ابن الأربي قال الألماء كمقوله تعالى ما كسبتم ومما أخرنا لكم في الأرض

"Apa yang kalian peroleh (yakni) at tijārah dan apa yang kami keluarkan dari muka bumi maksudnya tumbuh-tumbuhan."

⇒ Ini menunjukkan bahwasanya wajibnya: عروض التجارة , zakāt barang-barang perdagangan.

Ada beberapa syarat untuk barang- barang perdagangan, di antaranya yang disebutkan oleh para ulamā:

⑴ Bahwasanya orang tersebut memiliki barang tersebut dengan wasilah apapun yang shahīh (diperbolehkan oleh syari'at).

Apakah dia memiliki dengan jual beli atau dengan hibah (diterima) atau dia mendapatkan hadiah, lalu dijualkan. Atau dari warisan atau lain sebagainya ini yang jelas dia memiliki barang tersebut.

⑵ Bahwasanya dia meniatkan dengan barang tersebut untuk melakukan jual beli. 

Maka apabila dia membeli sesuatu dalam rangka untuk digunakan secara pribadi atau digunakan secara khusus maka tidak termasuk kepada: عروض التجارة

⑶ Barang-barang tersebut adalah: يبلغ النّصاب , nishāb atau mencapai batas minimal yang wajib dizakāti.

⑷ Dia telah mencapai haul (batas waktu) yang ditentukan oleh syari'at (yaitu) selama satu tahun.

Berkata penulis rahimahullāh: 

وتقوم عروض التجارة عند آخر الحول بما اشتريت به ويخرج من ذلك ربع العشر

"Hendaklah barang-barang dagangan itu ditaksir (dihitung) nilainya pada akhir haul dengan harga berapa barang-barang itu telah dibeli."

Maksudnya barang-barang tersebut ditaksir dengan harga belinya pada saat itu atau harga pasar yang berlaku pada saat itu, bukan pada saat awal membeli.

Misalnya:

Seseorang berjual beli satu barang (mobil, misalnya) tatkala dia membeli mobil itu harganya misalnya 100 Juta, di akhir tahun pasaran harga mobil tersebut turun menjadi 80 Juta.

Maka taksiran dinilai di dalam zakāt adalah taksiran yang terakhir yaitu harga mobil 80 Juta.

Begitu pula sebaliknya, apabila dia membeli barang (misalnya) di awal membeli harganya adalah 100 Ribu per unit, kemudian di akhir tahun tatkala ada kebutuhan, barang tersebut  harganya naik menjadi 1 Juta per unit (misalnya), maka nilai yang ditaksir adalah nilai 1 Juta per unit X jumlah unit.

Apabila mencapai nishāb, maka dizakāti sesuai dengan nilai yang ditakar di akhir haul.

Di sana ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

⑴ Apabila seseorang (misalnya) membeli mobil atau membeli tanah untuk digunakan, khusus (misalnya) mobilnya dipakai untuk keperluan pribadi atau keluarganya dan tanahnya digunakan untuk membangun rumah untuk keluarganya dan tidak diniatkan untuk diperjual belikan.

⇒ Maka tidak ada zakāt untuk mobil atau tanah tersebut (tidak dikenakan zakāt), karena tidak diniatkan untuk dijual belikan.

⑵ Pada masalah yang disebutkan tadi, seandainya seseorang membeli mobil atau membeli tanah, untuk digunakan secara pribadi kemudian setelah membeli tiba-tiba dia berubah niatnya, dia ingin mobil atau tanah tersebut diperjual-belikan, maka pada saat berubah niatnya, barang tersebut menjadi barang perdagangan,  عروض التجارة.

Dan dimulai pada saat dia memulai niatnya tersebut dihitung selama satu tahun apabila telah mencapai nishāb dan mencapai haul maka pada saat itu wajib dizakāti.

Demikian yang bisa disampaikan pada halaqah ini dan kita akan lanjutkan pada pertemuan berikutnya.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
ZAKĀT PERTANIAN (الزروع والثمار)


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para shahābat Bimbingan Islām yang berbahagia, di manapun anda berada dan semoga Allāh merahmati kita semua.

Pada halaqah yang ke-85 ini kita masih membahas hal yang terkait dengan zakāt dan kita masuk pembahasan tentang zakāt: الزروع والثمار yaitu zakāt pertanian, zakāt buah-buahan dan biji-bijian.

Di sini, seseorang wajib menunaikan zakat pertanian apabila dia memilikinya, berdasarkan dalīl dari Al Qur'ān maupun hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Di antaranya firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

⑴ Dalam surat Al An'ām ayat 141:

وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

"Dan tunaikanlah haknya (zakāt) pada hari memetik hasilnya (pada saat panennya)."

⑵ Dalam surat Al Baqarah ayat 267:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

"Wahai orang-orang yang berimān, berinfāqlah kalian (yaitu) tunaikanlah zakāt kalian dari sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu."

⇒ Az zuru' wa tsimār (الزروع والثمار) termasuk dari perkara-perkara yang masuk di dalam: مِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ.

Lebih spesifik, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan:

فِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ وَمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ

"Pada tanaman yang diairi dengan air hujan, mata air, atau air tanah maka zakatnya sepersepuluh, adapun yang diairi dengan menggunakan tenaga maka zakatnya seperduapuluh."

(Hadits riwayat Bukhari nomor 1388, versi Fathul Bari nomor 1483)

⇒ Tanaman atau tumbuhan yang diairi oleh air hujan (air langit) maka zakātnya adalah sepersepuluh atau 10 % dan tanaman yang disirami dengan ember-ember atau dengan usaha manusia maka zakātnya adalah 5%.

⇒ Ini menunjukkan wajibnya seseorang menunaikan zakāt, yang terkait dengan: الزروع والثمار.

Kemudian berkata penulis rahimahullāh:

((ونصاب الزروع والثمار خمسة أوسق))

"Dan nishāb dari الزروع والثمار pertanian, buah-buahan dan biji-bijian adalah: خمسة أوسق (lima wasaq)."

⇒ Wasaq adalah ukuran volume yang mana volume ini standarnya kepada shā Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

√ Satu wasaq adalah kira-kira 60 shā.
√ Satu shā yang digunakan pada zaman Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kira-kira 3.28 liter.

Jadi ukurannya adalah volume bukan ukuran timbangan, karena secara timbangan walaupun volumenya sama, apabila berbeda buahnya atau berbeda jenisnya (misalnya) antara beras dan tepung pasti berbeda beratnya.

Maka yang digunakan standar di dalam zakāt nishābnya adalah 5 (lima) wasaq atau sekitar 300 shā atau sekitar kurang lebih 984 liter hampir 1000 liter.

Apabila kurang dari itu tidak wajib untuk dizakāti berdasarkan hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

ولَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُق من تمر ولا حب صدقة

"Tamr (kurma) maupun biji-bijian (kismis dan lain sebagainya) apabila kurang dari 5 (lima) wasaq maka tidak ada sedekahnya (zakātnya)."

(Hadīts riwayat Ibnu Hibbān dalam Shahīhnya)

وما زدا فبحسبه

"Apabila lebih dari 5 (lima) wasaq maka akan mengikuti perhitungan dari zakāt tersebut."

Berkata penulis rahimahullāh:

((وفيها إن سقيت بماء السماء أو السيح العشر وإن سقيت بدولاب أو نضح نصف العشر))

"Zakāt bagi tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang masuk pada pertanian maupun: الثمار (buah-buahan dan biji-bijian), apabila diairi oleh air langit ataupun air hujan ataupun aliran air sungai (misalnya) maka zakātnya sepersepuluh. Apabila diairi dengan: دولاب (dulāb, ember) atau disiram maka zakātnya 5%."

Jadi zakāt pertanian, buah-buahan maupun biji-bijian apabila dia tumbuh dengan sendiri tanpa usaha yang berat dari petani (tidak perlu mengairi) karena tempatnya memiliki curah hujan tinggi (misalnya), atau dia sudah teraliri anak sungai (misalnya), tidak ada usaha yang berat maka kewajibannya adalah 10%.

Tetapi jika di sana ada usaha untuk mengairi dari petani maka kewajibannya hanya 5%.

((وإن سقي نصفها بهذا ونصفها بهذا ففيه ثلاسة أرباع العشر))

(Apabila diari dengan air hujan, juga diari oleh petani tersebut (campuran) terkadang dengan air hujan terkadang dengan usaha petani tersebut maka zakātnya adalah tiga perempat persepuluh maksudnya 7.5%.

Ini yang terkait dengan nishāb dari zakat: الزروع والثمار.

Adapun jenis-jenisnya ada khilāf di antara para ulamā, antara Abū Hanīfah yang mengatakan bahwa semua karena ayat ini umum, seluruh tumbuh-tumbuhan sayuran, pertanian, buah-buahan masuk semua jenis apapun.

Adapun pendapat jumhur, pendapat Imām Syāfi'i, maka di sana ada tafsil.

Ada yang mengatakan, ada yang bisa dikeringkan, kemudian merupakan makanan pokok dan bisa disimpan yaitu masuk pada zakāt. Adapun yang lainnya tidak.

('Ala kulli hal) bahwa penjelasan detailnya, in syā Allāh nanti dijelaskan pada waktunya, biidzillāh Ta'āla.

Demikian terkait dengan zakāt: الزروع والثمار.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
ZAKĀT EMAS DAN PERAK


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Pada halaqah yang ke-84, kita akan melanjutkan pembahasan kita tentang zakāt emas dan perak (الذهب والفضة).

Di mana zakāt emas dan perak ini adalah zakāt yang wajib dan disebutkan di dalam Al Qur'ān maupun hadīts.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla  berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنزونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

"Dan orang-orang yang menimbun emas dan peraknya serta tidak menginfāqkannya di jalan Allāh, maka beri kabar gembiralah mereka dengan adzāb yang pedih."

(QS At Tawbah: 34)

Dan juga di dalam hadits, Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِىَ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيُرَى سَبِيلُهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

"Tidak ada seorangpun pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya (yaitu) berupa zakāt, melainkan akan dibentangkan kepada dia bentangan dari api neraka, maka diapun akan dipanggang di neraka jahannan, kemudian dipanaskan (di setrika) di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya.

Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya.

Itu dilakukan pada hari kiamat, yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba.

Kemudian dia akan melihat atau akan diperlihatkan jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka."

(Hadīts riwayat Muslim II/680 nomor 987, dari Abū Hurairah)

⇒ Ini adalah kewajiban zakāt emas dan perak.

Berapa nishāb dari zakāt emas dan perak ?

Disebutkan oleh penulis rahimahullāh:

((ونصاب الذهب عشرون مثقالا))

"Nishāb emas adalah 20 mitsqāl (20 Dinnar) atau setara dengan 85 gram emas."

⇒ Jadi seseorang yang memiliki 85 gram emas maka dia wajib untuk menunaikan zakātnya

((وفيه ربع العشر وهو نصف مثقال وفيما زاد بحسابه))

"Untuk jumlah ini zakātnya adalah ربع العشر (seperempatnya sepersepuluh) maksudnya adalah 2.5% yaitu sama dengan 1/2 mitsqāl."

Adapun lebih dari itu maka sesuai dengan kadarnya.

⇒ Jadi apabila seseorang memiliki emas sebesar 85 gram, maka dia sudah mencapai nishāb maka wajib dizakāti. Zakātnya adalah 2.5 %.

Apabila lebih dari 85 gram, maka disesuaikan dengan kadarnya X 2.5 % dari emas yang dia miliki.

• Nishāb Al Wariq ( ونصاب الورق)

Al Wariq (الورق) disini adalah Al Fidhah (الفضة) atau perak.

Berkata penulis rahimahullāh:

((ونصاب الورق مائتا درهم وفيه ربع العشر وهو خمسة دراهم وفيما زاد بحسابه))

"Nishāb atau kadar dari perak yang wajib dizakāti adalah 200 dirham, zakatnya 1/4 per sepuluh atau 5 dirham. Apabila lebih dari itu, maka sesuai dengan kadar harta yang dia miliki.”

⇒ 200 dirham setara dengan 595 gram.
⇒ Apabila seorang memiliki perak seberat 595 gram maka wajib dia zakāti.

Berapa zakātnya?

Penulis rahimahullāh mengatakan:  وفيه ربع العشر , zakātnya adalah seperempat persepuluh atau 2.5% yaitu (sama dengan) 5 dirham.

Apabila lebih dari itu maka sesuai dengan kadar harta yang dia miliki dikali 2.5%

Bagaimana cara kita membayarnya?

⇒ Cara kita membayarnya bisa ditaksir.

Apabila kita memiliki emas (cincin atau kalung dan lain sebagainya) yang digunakan untuk jual beli (misalnya) atau emas murni yang kita simpan maka dihitung.

Apabila kita memiliki 100 gram emas dan harga per gramnya 500 ribu, maka taksirannya adalah 50 Juta jadi zakātnya adalah 2.5% dari 50 Juta.

Begitu juga dengan perak, jumlah perak yang kita miliki dikalikan dengan harga perak per gram, lalu dikalikan dengan 2.5% nya.

Berkata penulis rahimahullāh:

(( ولا تجب في الحلي المباح زكاة))

"Dan tidak diwajibkan pada perhiasan yang mubah zakāt."

⇒ Artinya tidak ada zakāt pada perhiasan yang mubah.

Untuk perhiasan yang harām maka ijmā' para ulamā, bahwasanya wajib di sana zakāt (yaitu) kalung emas, cincin emas dan perhiasan emas yang digunakan oleh laki-laki. Ini adalah perkara yang harām maka wajib dia membayar zakāt.

Adapun kalung emas, cincin emas, atau perhiasan emas yang digunakan oleh para wanita atau yang disebut sebagai zakātul hulī (ذكاة الحلي) di sana ada khilāf para ulamā.

⇒ Ada yang mengatakan bahwasanya tetap dizakāti dan ada yang mengatakan tidak dizakāti.

Di sini penulis merajīhkan aqwal atau qaul syāfi'i yang tidak mewajibkan zakāt pada perhiasan wanita karena di sana ada qaul lain dari syāfi'iyyah bahwa diwajibkan juga zakāt.

⇒ 'Ala kulli hal, bahwasanya tidak diwajibkan zakat pada perhiasan-perhiasan yang mubah yang digunakan oleh wanita.

Adapun seorang wanita yang dia membeli perhiasan dengan niat untuk dijual sewaktu-waktu maka dia tetap terkena zakāt karena masuk ke dalam zakāt tijārah, tetapi apabila perhiasan itu hanya untuk digunakan dan tidak ada niat untuk dijual maka dia masuk pada zakāt al hulī.

Demikian, pembahasan tentang zakāt emas dan perak (الذهب والفضة) semoga bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS

Senin, 01 Januari 2018

Sudahkah Berzakat?


ZAKĀT TERNAK KAMBING


بسم اللّه الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla di manapun anda berada. 

Pada halaqah yang ke-82, kita akan melanjutkan pelajaran tentang zakāt. 

Dan kita sudah masuki pada zakāt الغنم Al Ghanam (zakāt tentang kambing). Apabila seseorang memiliki hewan piaraan kambing (peternakan kambing) maka di sana ada zakāt dan ada aturan zakātnya. 

Berkata penulis rahimahullāh: 

(( وأول نصاب الغنم أربعون وفيها شاة جذعة من الضأن أو ثنية من المعز))

Nishāb yang pertama mulai dikenakan zakāt tatkala mencapai 40 ekor, maka dikeluarkan satu ekor kambing جذعة (jadza'ah) dari jenis الضأن (dha'n) atau dikeluarkan satu ekor kambing jenis al ma'iz (المعز).

⇒ Kambing jadza'ah(جذعة) adalah kambing yang berumur satu tahun dan masuk dua tahun. 

⇒ Kambing ma'iz (المعز) adalah kambing yang berumur dua tahun masuk ketiga tahun. 

Hal ini berdasarkan hadīts Suwaid bin Ghaflah radhiyallāhu ta'āla 'anhu, beliau berkata: 

حديث سويد بن غفلة : سمعت مصدق النبي صلى الله عليه وسلم يقول : { إنما حقنا في الجذع من الضأن ، والثنية من المعز } (أحمد وأبو داود والنسائي)

Kata beliau (Suwaid bin Ghaflah):

"Bahwasanya saya mendengar orang yang ditugaskan untuk mengambil zakāt oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, berkata bahwasanya haq kami (yaitu) hak untuk dikeluarkan zakāt dari الضأن adalah جذعة atau الثنية.”

(Hadīts riwayat Ahmad, Abū Dāwūd, An Nassā'i) 

Berapa jumlah zakāt apabila hewan ternak tersebut jumlahnya bertambah?

Berkata penulis rahimahullāh: 

(( وفي مائة وإحدى وعشرين شاتان))

"Dan apabila mencapai 121 maka zakāt nya adalah 2 (dua) ekor kambing."

(( وفي مائتين وواحدة ثلاث شياة))

"Dan apabila mencapai 201 ekor maka zakātnya adalah 3 (tiga) ekor kambing."

(( وفي أربعمائة أربع شياة))

"Dan bila sudah mencapai 400 ekor maka zakātnya adalah 4 (empat) ekor kambing."

((ثم في كل مائة شاة))

"Kemudian setelah itu setiap kelipatan 100 ekor zakātnya adalah satu ekor kambing."

Jadi ukurannya atau kadarnya: 

⑴  Mulai  40 sampai 120 ⇒ satu ekor kambing. 
⑵ Mulai 121 sampai 200 ⇒ dua ekor kambing. 
⑶ Mulai 201 sampai 399 ⇒ tiga ekor kambing. 
⑷ Mulai 400 ke atas ⇒ Setiap kelipatan 100 adalah satu ekor kambing. 

Hal ini berdasarkan kitāb yang ditulis oleh Abū Bakar radhiyallāhu ta'āla 'anhu tentang zakāt. 

Kata beliau (Abū Bakar radhiyallāhu ta'āla 'anhu): 

وَفِى صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلاَثِمِائَةٍ فَفِيهَا ثَلاَثٌ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلاَثِمِائَةٍ فَفِى كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ، إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا

“Adapun zakāt kambing maka antara 40 sampai 120 adalah satu ekor kambing, kalau lebih dari 120 (yaitu) 121 sampai 200 ekor maka dua ekor kambing, kalau bertambah dari 200 sampai 300 maka tiga ekor kambing, maka apabila bertambah diatas 300 sampai 400 maka setiap kelipatan 100 adalah satu ekor kambing.

Maka kata beliau bila kambing-kambing tersebut kurang dari 40 ekor (walaupun kurang satu) maka tidak ada zakāt bagi kambing-kambing tersebut kecuali apabila pemiliknya menghendaki untuk tetap mengeluarkan maka itu adalah keutamaan dari dia."

Demikian yang bisa disampaikan pada halaqah yang ke-82 ini, dan in syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah berikutnya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه  وبركاته


🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS 




= = =

ZAKĀTUL KHILTHAH


بسم اللّه الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد


Para shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Pada halaqah yang ke-83, kita masih melanjutkan pelajaran tentang zakāt dan ada pembahasan yang dibahas oleh para ulamā yaitu: زكاة الخلطة (zakātul khilthah) pada zakāt kambing. 

Apa yang dimaksud dengan zakātul khilthah? 

Al khilthah adalah al khalaf yaitu bercampur, bersama-sama. 

Maksudnya adalah apabila ada dua orang memiliki harta zakāt dan dia mengabungkan zakātnya. Jadi dua orang atau lebih menggabungkan zakātnya, maka ini disebut dengan zakāt al khilthah (zakāt yang tercampur harta zakātnya /bersama-sama) maka tatkala bersama-sama zakātnya adalah zakāt harta yang seperti milik satu orang. 

(( والخليطان يزكيان زكاة الواحد بسبع شرائط: إذا كان المراح واحدا والمسرح واحدا والمرعى واحدا والفحل واحدا والمشرب واحدا والحالب واحدا وموضع الحلب واحدا))

Penulis rahimahullāh menyebutkan: 

((والخليطان يزكيان زكاة الواحد))

"Dan dua orang atau lebih yang memiliki harta zakāt dan mencampurkan zakātnya, kemudian mereka menzakātkan harta yang tercampur tersebut seperti zakāt milik satu orang, aturannya seperti aturan satu orang."

Hadīts ini berdasarkan hadīts Annas, beliau mengatakan: 

أنَّ أبا بكر رَضِيَ اللهُ عنه، كتب له الفريضةُ التي فرَضَ رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلَّم 

"Bahwasanya Abū Bakar radhiyallāhu ta'āla 'anhu mengirimkan (menuliskan surat)  kepada beliau kewajiban yang mana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam wajibkan."

 ولا يجمع بين متفرق ولا يفرق بين مجتمع خشية الصدقة

"Dan tidak boleh mengabungkan antara harta zakāt yang terpisah dan tidak boleh menggabungkan harta zakāt yang terpisah menjadi satu dalam rangka untuk mengakali shadaqah."

⇒ Zakāt shadaqah di sini adalah zakāt maka yang terpisah dicampurkan atau yang tercampur dipisahkan. 

و ما كان من خليطين فإنهما يتراجعان بينهما بالسوية

"Adapun yang memang harta zakāt itu tercampur, maka kembali zakātnya kepada kedua orang tersebut dan secara sama."

⇒ Jadi dihitung zakāt wahid (zakāt dari satu orang) kemudian dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing. 

 بسبع شرائط

Dengan 7 (tujuh)  syarat:

Disana ada beberapa syarat tambahan yang lain dari syarat-syarat yang ada, (على كل حال) bahwasanya didalam syarat ini juga ada sebagian khilāf para ulamā. 

Di antara syarat  yang disebutkan oleh penulis rahimahullāh: 

 إذا كان المراح واحدا 

⑴ Apabila tempat tinggalnya (kandangnya) satu.

 والمسرح واحدا

⑵ Tempat munculnya atau tempat melepasnya satu.

 والمرعى واحدا 

⑶ Tempat menggembalanya satu.

والفحل واحدا

⑷ Pejantannya satu. 

 والمشرب واحدا 

⑸ Tempat minumnya satu (bersama)

والحالب واحدا 
⑹ Pemerah susunya satu.

وموضع الحلب واحدا

⑺ Tempat pemerahnya satu.

Jadi disyaratkan pada khilthah ini, bahwasanya memang benar-benar bercampur mulai dari kandangnya dan lain sebagainya. 

Kalau tidak memenuhi syarat maka tidak disebut sebagai harta tercampur atau zakāt al khulthah. 

Disana disebutkan bahwa syarat,: الحالب واحدا atau orang yang memerah susunya satu orang, ini adalah dhaif dalam madzhab yang shahīh tidak disyaratkan sama-sama mengambil susunya. Yang disyaratkan sama-sama adalah pengembalanya yang satu. 

Maka ini masuk ke dalam zakātul khulthah. 

Demikian yang bisa disampaikan pada halaqah yang ke-83 ini, dan in syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah berikutnya. 

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS 

TAFSIR SURAT AL FALAQ  BAGIAN 1 (ayat ke-1)



السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه 


Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.


Kita lanjutkan pengajian dari tafsir Juz 'Amma, kita In syā Allāh akan mulai menafsirkan atau menyebutkan tafsiran para ulamā tentang surat Al Falaq, yaitu firman Allāh "Qul A'udzu bi Rabbil Falaq".


Surat "Qul A'udzu bi Rabbil Falaq" dan surat "Qul A'udzu bi Rabbinnās" disebutkan bahwasanya sebab turun surat ini (Qul A'udzu bi Rabbil Falaq) adalah tentang kisah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang disihir oleh seorang Yahudi yang bernama Lubaid bin Al A'sham 


Lubaid bin Al A'sham menyihir Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan ini merupakan hadīts yang shahīh.


Disebutkan bahwasanya ada seorang Yahudi yang membantu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Ketika dia menyisir rambut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, dia mengambil beberapa helai rambut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam lalu diberikan kepada  Lubaid bin Al A'sham Al Yahudi.


Setelah diambil rambut tersebut maka Lubaid bin Al A'sham  membuat sihir (membuat buhul-buhul).


Kemudian buhul tersebut diletakan di dalam sebuah sumur di bawah batu di sumur tersebut (artinya) sulit untuk dicari.


Akhirnya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam setelah itu tersihir beberapa lama, sampai seakan-akan dia melakukan sesuatu yang ternyata dia tidak lakukan.


Bahkan dibayangkan beliau mendatangi istri-istri beliau padahal beliau tidak mendatangi istri-istri beliau.


Kemudian datanglah dua malāikat kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala Nabi sedang tertidur. 


Satu malāikat di kepala Nabi dan malāikat yang lain di kaki Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Kemudian mereka berbincang-bincang ada apa dengan orang ini. Malāikat yang satu mengatakan dia (Rasūlullāh) sedang disihir, siapa yang menyihirnya? Lubaid bin Al A'sham.


Maka kemudian dibacakan surat "Qul A'udzu bi Rabbil Falaq" yang merupakan ruqyah yang akhirnya melepaskan sihir Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.


Dalam riwayat disebutkan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyuruh sebagian shahābat untuk mencari buhul-buhul tersebut. Maka mereka pun (para shahābat) pergi sebagaimana diberitahukan oleh malāikat tadi bahwasanya Lubaid bin Al A'sham menyihir Nabi dengan rambut Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang diletakkan di sumur.


Akhirnya berangkatlah sebagian shahābat mengambil buhul-buhul tadi. Kemudian dibuka oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sambil membaca surat ini (Qul A'udzu bi Rabbil Falaq).


Sebagian orang mengingkari hadīts ini, dengan mengatakan:


"Tidak mungkin Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam disihir."


Kita bilang, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah disihir kecuali sekali ini, tentunya Allāh memberikan hikmah tatkala menjadikan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tersihir.


Diantara hikmahnya adalah diturunkannya surat ini, surat pelindung, berlindung kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 


Dan mereka menyatakan:


"Tidak mungkin hadīts ini shahīh. Kalau Nabi tersihir bagaimana? Nanti Nabi bisa keliru dalam menyampaikan wahyu."


Kita katakan bahwasanya sihir yang ditimpa (dialami) oleh Nabi, bukanlah sihir yang berkaitan dengan perihal pemberian (penyampaian) wahyu.


Nabi menyampaikan wahyu sebagaimana biasanya, akan tetapi sihir yang seakan-akan Nabi sedang sakit sehingga disebutkan dalam hadīts, seakan-akan Nabi mendatangi istrinya padahal beliau tidak mendatangi istrinya. Tidak lebih daripada itu, dan sebelumnya sudah ada Nabi yang pernah disihir.


Nabi yang pernah tersihir adalah Nabi Musa 'alayhissalām, Allāh mengatakan:


يُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى() فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُوسَىٰ


"Mereka mendatangkan sihir yang sangat hebat, sampai akhirnya membuat Nabi Musa takut." 


(QS Thaha : 66-67)


Allāh menceritakan tatkala terjadi duel antara Nabi Musa dengan para penyihirnya Fir'aun yang jumlahnya banyak. 


Kemudian mereka melemparkan tongkat-tongkat mereka (tali-tali mereka) maka berubahlah menjadi ular yang banyak. 


Kenapa Nabi Musa takut? 


Kata Allāh, "Dihayalkan kepada Nabi Musa, Nabi Musa tersihir sehingga dia melihat seakan-akan ular-ular tersebut bergerak."


Padahal tidak ada ular di situ, hanya tongkat-tongkat dan tali-tali saja akan tetapi mata Nabi Musa melihat ular-ular tersebut bergerak. Sampai Nabi Musa pun ketakutan (berarti dia terpengaruh dengan sihir).


Artinya, mungkin saja ada Nabi yang tersihir, ada hikmah yang Allāh inginkan, namun bukan berarti setiap Nabi pasti tersihir, TIDAK.


Dan Nabi tidak disihir kecuali sekali itu, karena ada hikmah yang Allāh kehendaki. Dan sihir tersebut tidak mempengaruhi periwayatan ayat-ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Nabi tidak mungkin keliru tatkala menyampaikan Al Qurān.


Dari situ kita menyatakan bahwasanya hadīts yang menjelaskan bahwasanya Nabi terkena sihir hadītsnya shahīh tidak usah kita ingkari.


Adapun penolakan sebagian orang dengan alasan-alasan yang tidak benar maka tidak perlu kita dengarkan.


Hadītsnya shahīh, Nabi terkena sihir akan tetapi sihir tersebut tidak berkaitan dengan penyampaian wahyu. 


Dan ada hikmahnya yaitu turun surat "Qul A'udzu bi Rabbil Falaq".


قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ


"Katakanlah "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh."


⇛ Arti al falaq ada beberapa pendapat dikalangan para ulamā ahli tafsir.


√ Pendapat yang pertama dan terkuat adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Hafizh Ibnu Katsīr rahimahullāh dalam tafsirnya. 


⇛ Al Falaq artinya subuh , sebagaimana firman Allāh: 


فالِقُ الْإِصْباحِ


"Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang membuka subuh."


(QS Al An'am: 96)


⇛ Jadi Al Falaq artinya subuh, "Demi Tuhan yang menguasai waktu subuh."


√ Pendapat yang lain mengatakan al falaq artinya makhluk.


√ Pendapat lain mengatakan al falaq  adalah nama dari nama-nama neraka Jahannam.


√ Pendapat lain mengatakan al falaq artinya lembah yang ada di neraka Jahannam.


√ Pendapat lain al falaq artinya sumur yang ada di neraka Jahannam. 


√ Pendapat lain al falaq artinya rumah yang ada di neraka Jahannam.


⇛ Apabila rumah tersebut terbuka maka akan mengeluarkan panas yang sangat panas sehingga menjadikan ahlunnār (penduduk neraka Jahannam) berteriak karena kesakitan. 


Akan tetapi, Wallāhu A'lam bishawab, sebagaimana tafsiran Al Qurān dengan Al Qurān adalah yang lebih kuat, maka al falaq artinya adalah subuh.


قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ


"Katakanlah aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh."




Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS

TAFSIR SURAT AL FALAQ  BAGIAN 2 (ayat ke-2 sampai selesai)


السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه 



Kita lanjutkan pengajian dari tafsir Juz 'Amma, kita In syā Allāh akan mulai menafsirkan atau menyebutkan tafsiran para ulamā tentang surat Al Falaq, yaitu firman Allāh: 

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

"Dari keburukan apa yang diciptakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla."

Mā (ما) disini adalah mā almaushulah, "min syarri mā khalaq". 

Min syarri ladzi khalaq, dari keburukan segala sesuatu yang Allāh ciptakan.

Kita berlindung dari banyak keburukan. Banyak sekali keburukan yang bisa kita temukan di dunia ini. Bahkan keburukan bisa timbul dari orang-orang terdekat.

Oleh karenanya mā (ما) ‍di sini adalah mā maushulah yang dalam kaidah ushul fiqih memberikan faidah keumuman yaitu dari keburukan semua ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Karena terkadang ada benda-benda yang terdekat dengan kita, orang-orang terdekat dengan kita mempunyai keburukan.

Bahkan istri kita terkadang punya keburukan, kita berlindung dari keburukannya.

Disamping dia mempunyai kebaikan yang banyak, juga ada keburukannya.

Demikian juga anak-anak, terkadang mendatangkan keburukan disamping dia mendatangkan banyak kebaikan.

Kita berlindung dari keburukan-keburukan. Apalagi keburukan-keburukan benda-benda yang buruk (benda-benda yang jahat).

Kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

"Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita."

⇛ Ghāsiqin idzā waqab ( غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ), banyak tafsirannya dan diantara tafsirannya adalah "malam tatkala telah gelap gulita".

Dan memang di malam hari banyak orang yang melakukan kejahatan hingga saat ini. 

Biasanya para penjahat melakukan kejahatan di malam hari (ini kebiasaan) karena di malam hari waktunya orang-orang istirahat.

Bagaimanapun usaha orang untuk bekerja di malam hari namun fitrah manusia ingin beristirahat di malam hari. Siang adalah waktu bekerja, malam waktu istirahat.

Ada sebagian orang yang membalikan perkara, yaitu siang waktunya tidur dan malam dibuat bekerja. Akan tetapi hal ini kurang normal, tidak sebagaimana kondisi yang normal yaitu seorang bekerja di siang hari dan malamnya istirahat.

Oleh karenanya, kebanyakan manusia masih beristirahat di malam hari dan pada siangnya mereka beraktifitas.

Banyak penjahat yang melakukan aktifitas mereka di malam hari, kemudian juga binatang buas sering keluar di malam hari. 

Oleh karenanya kita berlindung dari kejelekan malam tatkala telah gelap gulita.

Kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

 وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir."

⇛ Annaffā-tsāt ( النَّفَّاثَاتِ), artinya sawāhir jamak dari syahirah, dari tiupan-tiupan tukang tiup para wanita penyihir.

⇛ Fil 'uqod ( فِي الْعُقَدِ), yang meniupkan pada buhul-buhul (nafan) kalau disertai air liur (tafal), adapun peniupan namanya nafas. 

Jadi Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjelaskan tata cara wanita-wanita penyihir tatkala melakukan sihir.

Mereka membuat buhul-buhul kemudian mereka meniupkan mantra-mantra mereka.

Dari sini sebagian ulamā atau sebagian salaf melarang meruqyah dengan cara meniup. 

Mereka mengatakan, "Karena Allāh mencela rauqyahnya," yaitu ruqyah syirik dari para penyihir.

Para penyihir juga melakuan ruqyah, ruqyah yang syirik yang dengan mantra-mantra dan dengan cara meniup-niupkannya. Sehingga sebagian salaf mengatakan tidak pantas kita meruqyah dengan meniup-niup.

Akan tetapi hal ini dibantah oleh Imām Al Qurthubi rahimahullāh dalam tafsirnya. 

Beliau mengatakan:

"Ada khilaf akan tetapi yang menjadi faishal (wasitnya) adalah hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan diriwayatkan bahwasanya Nabi meniup tatkala meruqyah."

Oleh karenanya tatkala orang meruqyah dengan membaca Al Qurān, membaca surat Al Fātihah, membaca Qul A'udzu bi Rabbil Falaq, Qul A'udzu bi Rabbinnās, Qul Huwallāhu Ahad maka dia boleh meniup setelah membacakan surat tersebut.

Kenapa disebutkan wanita-wanita penyihir? 

Sampai sebagian ulamā mengatakan sihir wanita (nenek sihir) lebih jago daripada kakek sihir.

Wanita, kalau menyihir lebih hebat daripada lelaki, karena keburukan jiwa yang ada dalam wanita penyihir tersebut. Dalam masalah sihir dia lebih hebat daripada lelaki.

Kalau ada lelaki yang menyihir maka sihir wanita lebih akan hebat, sampai-sampai Allāh menyebutkan dalam Al Qurān tentang wanita-wanita penyihir.

Kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

 وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ 

"Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."

Diantara makhluk Allāh yang mendatangkan kejahatan adalah orang yang hasad.

Sampai-sampai Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengkhususkan penyebutannya dalam surat ini.

Min syarri hāsidin (dari keburukan orang yang sedang hasad), karena hasad membawa malapetaka.

Orang kalau sudah hasad, banyak perkara yang bisa dilakukan. 

Oleh karenanya dosa yang pertama kali dilakukan di langit adalah karena hasad, yaitu tatkala iblis hasad kepada Ādam 'alayhissalām.

Allāh perintahkan Iblis untuk sujud kepada Ādam, maka diapun hasad (tidak mau) dia mengatakan:

 أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

"Yā Allāh, aku lebih hebat dari pada dia, kenapa aku harus sujud kepada dia? Engkau ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia dari tanah."

(QS Al A'rāf: 12)

Karena hasadnya Iblīs, dia tidak mau sujud kepada Ādam.

Tatkala Allāh memvonis iblis masuk ke dalam neraka Jahannam, dia mengatakan, "Tidak mengapa, yang penting saya (Iblīs) tidak mau sujud kepada Ādam."

Kemudian karena hāsadnya juga, dia ingin seluruh keturunan anak Ādam masuk dalam neraka juga. 

Dia tidak berpikir bagaimana supaya keluar dari Neraka, TIDAK.

Namun karena hāsad dia ingin seluruh anak keturunan Ādam ikut serta bersama dia di dalam neraka Jahannam.

Iblīs tidak ingin baik seperti Ādam, tidak. Iblīs tidak ingin selamat seperti Ādam di Surga. 

Tetapi dia (Iblīs) ingin seluruh anak Ādam ikut serta bersama dia (Iblīs) dalam keburukan yaitu di siksa oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Iblīs bersumpah: 

 لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ 

"Saya akan menyesatkan sungguh-sungguh, akan menyesatkan mereka seluruhnya (semua menjadi target Iblīs tanpa kecuali, tidak ada yang selamat)."

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

"Kecuali hamba-hamba-Mu (ya Allāh)  yang Ikhlāsh (itu yang selamat dari godaanku)." 

(QS Al Hijr: 39-40)

Adapun yang tidak Ikhlāsh tidak akan selamat karena terlalu banyak jalan yang akan dibentangkan oleh iblīs sehingga membuat manusia terjerumus. 

Kenapa? Gara-gara hasad.

Demikian juga dosa yang pertama kali terjadi di atas muka bumi juga karena hasad, yaitu Habil dan Qabil. 

فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ

(QS Al Maidah: 27)

Tatkala mereka memberikan kurban kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla ternyata kurbannya Habil diterima dan kurbannya Qabil tidak diterima.

Maka diapun (Qabil) hasad mengatakan:

 قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ 

"Aku akan membunuh engkau."

Hāsad ini membuat banyak bencana, orang nekad membunuh gara-gara hasad, gara-gara dengki. 

Oleh karenanya, Allāh khususkan penyebutan hasad dalam ayat ini karena berbahaya (bahaya orang hasad).

Tidak ada yang selamat dari orang yang hasad, siapapun bisa dihasadi.

√ Dokter bisa dihasadi.
√ Ustadz juga ada yang hasad kepadanya.
√ Tukang becak ada yang hasad diantara mereka.

Masing-masing punya teman-teman yang akan menghasadi dia.

Tatkala dia diberi kenikmatan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka pasti akan ada yang hasad.

Oleh karenanya saya ingatkan, kalau antum diberi kenikmatan, memang Allāh mengatakan:

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّث

"Adapun nikmat Rabbmu, maka sebut-sebutlah."

(QS Adh Dhuha: 11)

Akan tetapi sebutlah di depan orang yang amanah, orang yang antum tahu dia mencintai antum. Bukan antum ceritakan kemana-mana (pamer-pamer) karena akan ada orang yang hasad. 

Tidak semua kenikmatan yang kita miliki kita pamerkan kepada banyak orang, tetapi kita ucapkan dengan bentuk umum, kita mengatakan, "Alhamdulillāh, Allāh senantiasa berikan anugerah kepadaku."

Oleh karenanya, tidak kepada semua orang kita bercerita tentang kebaikan atau anugerah atau rejeki yang kita dapat, kecuali kepada orang-orang yang menurut kita amanah. Maka boleh kita ceritakan, karena hasad ini sangat berbahaya.

Dan orang yang hasad adalah orang yang sangat menderita. 

Dia tidak akan terlepas dari penderitaannya kecuali orang yang dia hasadi tersebut celaka (baru dia tentram/bahagia). Selama orang tersebut dijaga oleh Allāh dan terus diberi kenikmatan oleh Allāh, semakin bertambah kenikmatannya, maka dia semakin tersiksa dan tersiksa.

Demikianlah orang yang hasad.



Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
AL-QANTHARAH DAN QISHASH ANTARA ORANG-ORANG YANG BERIMAN

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين



Halaqah yang ke-67 dari Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir adalah tentang "Al-Qantharah dan Qishash Antara Orang-Orang Yang Beriman".

Al-Qantharah secara bahasa adalah jembatan. 

Adapun secara syariat yang dimaksud dengan Al-Qantharah adalah jembatan lain setelah sirāth yang terletak antara neraka dan surga, tempat berkumpulnya orang-orang yang beriman setelah melewati neraka sebelum masuk ke dalam surga. 

Termasuk beriman kepada hari akhir adalah beriman dengan adanya Qantharah ini. Tempat akan dibersihkan hati-hati orang-orang yang beriman dengan di Qishash di antara mereka. 

Dan ini menunjukkan keadilan Allāh Subhanahu Wa Ta'ala. Rasūlullāh Shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

يخلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا

 “Orang-orang yang beriman yang selamat dari neraka, mereka akan ditahan di Al-Qantharah yang terletak di antara surga dan neraka. 

Kemudian di qishash kedzāliman-kedzāliman yang terjadi di antara mereka di dunia. 

Sehingga apabila sudah dibersihkan dan disucikan maka mereka akan diizinkan untuk masuk surga. Dan demi Zat Yang Jiwa Muhammad ada di tangan-Nya. 

Sungguh salah seorang dari mereka lebih mengetahui rumahnya di surga dari pada rumahnya di dunia”

(HR Bukhari)

Yang akan dibersihkan di sini adalah ghill yang ada di dalam hati orang-orang yang beriman, seperti hasad, dendam, kebencian dan lain-lain yang kadang terjadi di antara mereka. 

Semakin bersih hati seseorang di dunia dari ghill maka akan semakin sebentar qishash-nya dan akan semakin cepat dia masuk ke dalam surga. 

Sebaliknya, semakin banyak ghill, hasad, dendam dan kebencian kepada sesama orang yang beriman, maka akan semakin lama qishash-nya dan semakin lama dia masuk ke dalam surga.

Qishash di Qantharah ini terjadi di antara orang-orang yang beriman saja, dengan maksud pembersihan hati. 

Adapun qishash di Padang Mahsyar, maka untuk semua mahluk yang kafir maupun yang mukmin. Yang mencakup Qishās karena kedzāliman harta, fisik maupun kehormatan. 

Apabila sudah bersih dari ghill barulah mereka bisa masuk surga. Karena tidak masuk surga kecuali orang-orang yang sudah benar-benar bersih dan baik keadaannya.

Allāh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَنَزَعۡنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّنۡ غِلٍّ 

“Dan Kami akan hilangkan ghill dari dalam dada-dada mereka...”
( QS Al Hijr : 47 )

Semoga Allāh Subhanahu Wa Ta'ala membersihkan hati kita dan saudara-saudara kita dari hasad, dendam dan kebencian yang tidak dibenarkan dan semoga Allāh Subhanahu Wa Ta'ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang mudah untuk memaafkan orang lain.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini. Dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

'Abdullāh Roy, 
Di kota Al Madīnah

Ditranskrip oleh Tim transkrip BIAS

KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 11

🌍 BimbinganIslam.com Jum’at, 04 Sya’ban 1439 H / 20 April 2018  👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc 📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uy...