Analisis
Kerentanan Kerusakan Terumbu Karang di Perairan Kepulauan Karimunjawa Dengan
Bantuan Sistem Informasi Geografis (Sig)
Indonesia
merupakan negara maritim dan bahari karena memiliki lautan yang sangat luas. Di
dalam lautannya, tersimpan hamparan terumbu karang yang sangat luas, yaitu
42.000 km2, terluas nomor dua di dunia setelah Australia.
Area
terumbu karang merupakan wilayah yang sangat vital bagi kehidupan biota laut,
misalnya sebagai tempat mencari makan, memijah, pengasuhan, dan reproduksi.
Sayangnya,
terumbu karang mulai banyak mengalami kerusakan. Kegiatan sosial ekonomi
manusia adalah faktor utama yang sangat mengancam keberlangsungan hidup terumbu
karang di Indonesia. Seperti yang terjadi di Kepulauan Karimunjawa, yaitu
peningkatan kelas karang mati dari 10.843 km2 pada tahun 1999 menjadi
13.104 km2 (LAPAN dalam Kusuma, 2001).
Kerusakan
terumbu karang terus bertambah akibat ketidakseriusan aparat penegak hukum dan
lemahnya sistem perangkat hukum (Kompas, 5 Oktober 2001). Tidak ada sanksi yang
tegas bagi masyarakat yang melakukan eksploitasi ikan secara berlebihan dan
tidak ramah lingkungan, serta telah menggangu ekosistem terumbu karang.
Sebanyak 65% dari kerusakan yang terjadi dipicu oleh eksploitasi ikan yang
berlebihan pada daerah terumbu karang (Lauretta Burke, Elizabeth Selig, dan Mark
Spalding 2001). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan yang tepat sebagai
antisipasi terhadap kemungkinan ancaman kepunahan terumbu karang.
Secara
keruangan, area terumbu karang dapat diklasifikasikan tingkat kerentanannnya
berdasarkan posisi dan besarnya stressor.
Klasifikasi ini merupakan dasar dalam pengelolaan dan tindakan preventif dalam
mencegah kerusakan terumbu karang lebih lanjut.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kerentanan kerusakan
terumbu karang di Perairan Kepulauan Karimunjawa.
Penelitian
ini menggunakan pendekatan keruangan dengan teknik analisis peta Sistem
Informasi Geografis. Data-data yang dikumpulkan berupa data-data sekunder
berupa peta; hasil wawancara dari key
person yang terdiri dari tokoh masyarakat dan petugas Balai Taman Nasional
Kaimunjawa; serta dilakukan observasi mengenai jarak dan ukuran kota, ukuran
dan keberadaan lapangan terbang, pusat wisata da selam, jarak dan ukuran
pelabuhan, jumlah penduduk dan, jenis alat penangkap ikan. Penelitian ini juga
menggunakan berbagai alat seperti Peta Perairan Kepulauan Karimunjawa,
seperangkat PC, dan Receiver GPS (Global
Positioning System).
Analisis
kerentanan kerusakan terumbu karang dilakukan dengan cara pengharkatan untuk
menetapkan indeks kerentanannya. Pengharkatan dilakukan berdasarkan faktor
jarak dan ukuran kota, ukuran dan keberadaan lapangan terbang, pusat wisata dan
selam, jarak dan ukuran pelabuhan, ancaman jumlah penduduk, serta ancaman
penangkapan ikan yang digunakan.
Dari
penelitian ini, disimpulkan bahwa terdapat enam stressor utama yang mengancam terumbu karang antara lain:
pelabuhan, bandara, pusat selam, wisata pantai, penduduk, dan alat tangkap.
Sebanyak
69,50% dari seluruh luasan terumbu karang di daerah penelitian dalam kondisi
tidak rentan, yaitu terdapat pada pulau-pulau kecildengan tingkat aktivitas
sosial ekonomi kecil. Sedangkan 30,50% terklasifikasi cukup rentan, terdapat
pada perairan dengan aktivitas penduduk tinggi, yaitu di Pulau Kemujan, Pulau
Karimunjawa, Pulau Menjangan Besar, dan Pulau Menjangan Kecil.
Walau
hanya ada 30,50% terumbu karang yang terklasifikasi cukup rentan, tetapi
kondisi sebenarnya di lapangan sudah terdapat kerusakan pada tutupan terumbu
karang pada masing-masing pulau dengan luasan antara 5-45% dari total luasan
masing-masing pulau.
Pendapat pribadi:
Terumbu
karang merupakan media yang vital bagi pertumbuhan dan perkembangan biota laut.
Oleh karena itu, kelestaraian terumbu karang perlu dijaga. Semua pihak harus
berkontribusi dalam pelestarian ini. Pemerintah seharusnya memiliki sanksi yang
diberlakukan secara tegas, adil, dan jujur. Masyarakat perlu menyadari betapa
bermanfaatnya terumbu karang sebagai lokasi pertumbuhan ikan yang setiap saat
bisa di panen tersebut dan mematuhi hukum-hukum yang berlaku.
Referensi:
(Jumadi Kuswaji Dwi Priyono), Forum
Geografi, Vol. 19, No. 1, Juli 2005: 67-80
Tidak ada komentar:
Posting Komentar